Ada kutipan artikel menarik dari harian Media Indonesia edisi Selasa, 15 Januari 2008. Enjoy!
'NEGARA ini memiliki daftar masalah yang sangat panjang. Yang satu belum selesai, yang lain muncul. Masalah negara seperti beranak cucu di Republik ini.
Yang lebih menyedihkan ialah timbulnya masalah baru yang sifatnya elementer. Masalah baru, karena sejak zaman penjajahan tidak pernah menjadi masalah. Eh, sekarang, setelah lebih 62 tahun merdeka, ia menjadi persoalan negara.
Masalah elementer karena menyangkut lauk pokok rakyat banyak. Namanya tempe. Bahkan, inilah lauk yang semakin diakui khasiat dan gizinya. Ia merupakan alternatif yang canggih dan murah untuk menghindari kolesterol jahat. Sebagai gambaran, baru sekitar Perang Vietnam, nilai gizi yang tinggi itu disadari oleh orang Amerika. Sejak itu sejumlah buku ditulis di Amerika mengenai keunggulan tempe.
Makhluk yang bernama tempe itu, beberapa hari ini harganya meroket, sehingga rakyat protes. Kiranya inilah pertama kali terjadi dalam sejarah negara ini bahwa ribuan rakyat di sekitar megapolitan (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) berdemonstrasi ke Istana karena tempe.
Tempe menjadi barang langka. Penyebabnya karena kedelai menghilang dari pasar. Kalaupun ada di pasar, harganya selangit. Yaitu, naik 150% selama enam bulan terakhir.
Karena bahan baku untuk membuat tempe langka, tempe pun menghilang dari pasar. Kalaupun diproduksi, harganya pun selangit, seiring selangitnya harga kedelai. Karena harganya mahal, tempe tidak laku. Pedagang yang masih berani jualan tempe merugi.
Tempe mendadak sontak menjadi masalah strategis. Ternyata, negara bukan saja belum mampu menyelesaikan urusan pangan yang pokok, yaitu beras, tetapi juga subpangan, yaitu tempe yang merupakan lauk murah meriah dan bergizi tinggi.
Masalah beras dan tempe menunjukkan Republik Indonesia adalah negara agraris yang memble. Memble, kata kamus, yaitu terkelepai ke bawah; bodoh, dungu.
Mengapa? Jawabnya, tegas, karena negara ini tidak memiliki politik pertanian yang jelas. Bahkan, lebih tajam lagi, tidak punya arah ke mana negara hendak dibawa sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan yang pokok.
Buktinya, gampang dan banyak. Negara membiarkan dan merestui sawah yang terbaik untuk padi digusur oleh realestat dan kawasan industri. Negara lebih memilih mengekspor gas, dengan mengorbankan pabrik pupuk di dalam negeri kelenger dan mampus. Negara tidak memberi insentif yang menggairahkan petani untuk menanam padi. Padahal, sebaliknya, dengan mengimpor beras, negara ini justru menghidupi petani negara lain.
Kelangkaan kedelai adalah juga akibat politik pertanian yang tidak peduli pada kemampuan menghasilkan kedelai dalam negeri. Dari tahun ke tahun yang terjadi ialah produksi kacang kedelai lokal menurun dan semakin besar tergantung kepada impor.
Tempe telah naik panggung politik menjadi masalah negara yang serius. Serius karena menunjukkan kedunguan negara. Dungu, tidak sanggup mengurus perkara elementer, yaitu lauk rakyat sehari-hari.
Pelajaran yang dapat dipetik ialah tak perlu muluk-muluk amat mengimpikan presiden yang ideal. Kalau ada yang kampanye nyanyian surga pada Pemilu 2009--misalnya memberantas korupsi, menegakkan hukum tanpa pandang bulu--tutup saja telinga kanan dan kiri. Sebab, itu cuma omdo, omong doang.
Baru buka telinga, kalau ada yang janjinya sederhana, mampu menyediakan beras dan tempe dengan harga murah. Sebab, di belakang janji beras dan tempe itu, sesungguhnya bersemayam politik pertanian dan strategi pemenuhan pangan yang cemerlang.'
Menyedihkan banget ya?
Bagi gwe pribadi, khususnya setelah gwe jadi mahasiswa yang harus ngekos dan hidup mandiri, tempe menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan(cailah) dari kehidupan gwe sehari-hari, apalagi kalo udah akhir bulan, wah, akrab banget dah gwe ama tuh makhluk.
Ya, tempe menjadi menu favorit gwe kalo udah akhir bulan atau kalo gwe lagi boke. Selain karena harganya murah, tempe itu enak loh, bergizi lagi. Berkat tempe, gwe bisa makan kenyang hanya dengan 3500 Rupiah saja.
Sampe-sampe mbak2 wartegnya hapal ama menu gwe yang satu ini. Kalo udah masuk tanggal 20an, dan gwe mau makan:
Mbak2 warteg : 'Makan apa dek???'
Gwe(sambil senyum2 kecut): 'Menu akhir bulan mbak...'
Ya,itulah kata kuncinya. Si mbak2 warteg akan dengan segera dan dengan cekatan ngambil semua lauk yang termasuk dalam Menu Akhir Bulan gwe ini. Sayur singkong, dan dua potong tempe. Hmmmmmm...yummy....
Emang keliatannya masalah sepele, tapi eitttssss...tunggu dulu. Nyawa gwe juga bisa bergantung pada si tempe ini. Atau malah nyawa orang yang senasib ama gwe(hobi makan tempe;red). Kalo harga kacang kedele naik, bisa2 ntar semuanya ikut naik. Harga kecap naik, harga tahu naik, SPP naik, harga TV naik, BBM naik, semua naik...
Ngga enak kan begini terus?
Jadi tolong, kepada siapa saja, TURUNKAN HARGA KACANG KEDELAI!!!!